Membersamai MBKM Mahasiswa Departemen MSP (Manajemen Sumberdaya Perairan) di Ramsar Site Pulau Rambut

MBKM yang merupakan singkatan dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka adalah suatu pendekatan yang dilakukan supaya mahasiswa bisa memilih pelajaran yang diminati. Hal ini dilakukan supaya para mahasiswa bisa mengoptimalkan bakatnya dan bisa memberikan sumbangan yang paling baik dalam berkarya bagi bangsa.
Â
Menteri Dikbudristek, Nadiem Makarim mengatakan bahwa Merdeka Belajar merupakan konsep pengembangan pendidikan dimana seluruh pemangku kepentingan diharapkan menjadi agen perubahan (agent of change). Para pemangku kepentingan tersebut meliputi keluarga, guru, institusi pendidikan, dunia industri, dan masyarakat (https://www.kemenkopmk.go.id/merdeka-belajar-ikhtiar-memperkuat-pilar-pendidikan).
Â
Kampus Merdeka adalah bagian dari kebijakan Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang memberikan seluruh mahasiswa kesempatan untuk mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat dengan terjun langsung ke dunia kerja sebagai langkah persiapan karier (https://kampusmerdeka.kemdikbud.go.id/). Mahasiswa dapat memilih dan mengikuti program kampus merdeka yang ada di website berikut ini https://kampusmerdeka.kemdikbud.go.id/program.
Â
Pada 5-6 November 2022, Ketua Departemen MSP (Manajemen Sumberdaya Perairan), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, Prof. Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil membersamai dan membimbing 5 mahasiswa melakukan kegiatan MBKM di Suaka Margasatwa Pulau Rambut Kepulauan Seribu. Pulau Rambut merupakan salah satu Ramsar Site di Indonesia. Ramsar adalah perjanjian internasional untuk melindungi lahan basah di seluruh dunia, atau lebih dikenal dengan Konvensi Ramsar, di Kota Ramsar, Iran pada tahun 1971. Konvensi Ramsar bertujuan untuk mendorong upaya konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara bijaksana melalui aksi nasional dan kerjasama internasional untuk mewujudkan pembangunan secara berkelanjutan di seluruh dunia.
Â
Suaka Margasatwa Pulau Rambut memiliki ciri khas ekosistem mangrove dan habitat burung khususnya jenis burung merandai dan beberapa burung migran sehingga kawasan ini juga dikenal sebagai surga burung pantai di pantai Jakarta Utara. Beberapa jenis burung dilindungi yang terdapat pada kawasan ini antara lain Pecuk Ular, Roko-roko, Bluwok, Kuntul, Pelatuk Besi, Cangak, Elang bondol dan juga dapat dijumpai berbagai jenis burung penyanyi seperti Kepodang, Jalak Suren, Kutilang, dan Prenjak (https://bsilhk.menlhk.go.id/index.php/2022/02/03/peringatan-hari-lahan-basah-sedunia-tahun-2022-di-suaka-margasatwa-pulau-rambut/). Merandai adalah sebutan bagi sekelompok burung yang biasa ditemukan menjelajahi paparan lumpur dan pantai. Sebutan lainnya adalah burung perancah atau burung pantai.
Â
Kegiatan yang dilakukan adalah pembelajaran di lapangan bagi mahasiswa tentang cara melakukan penilaian terhadap keberhasilan/ketidakberhasilan penanaman mangrove. Beberapa tahun belakangan ini banyak dilakukan penanaman mangrove di Pulau Rambut. Salah satunya dilakukan oleh PHE ONWJ bekerjasama dengan BKSDA DKI Jakarta. Rekomendasi kajian tentang penanaman mangrove di Pulau Rambut ini dilakukan oleh PPLH IPB University yang timnya terdiri dari Prof. Hefni Effendi, Dr. Dadan Mulyana, Marfian Dwidima Putra SPi, MSi, Luluk Dwi Wulan Handayani, SPi, MSi, dll. Tidak semua lokasi penanaman mangrove memperlihatkan hasil yang bagus dengan tingkat keberhasilan hidup >75%. Oleh karena itu, atas permintaan BKSDA perlu dilakukan evaluasi untuk mencari tahu penyebab dari ketidakberhasilan tersebut. Pada MBKM ini, mahasiswa dibekali dengan pengamatan terhadap kualitas air secara insitu, pengamatan substrat dasar, pengamatan keterbukaan ekosistem terhadap pengaruh pasang surut, dsb yang intinya dimaksudkan untuk menemukan variabel yang menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan mangrove yang ditanam.  Di pesisir Pulau Rambut terhadap sejumlah tumbuhan mangrove seperti Rhizophora (Bakau) dan Avicennia (Api-api) yang tumbuh secara alamiah. Dari beberapa lokasi pengamatan, hal yang cukup memprihatinkan adalah suburnya kehadiran berbagai jenis sampah yang dapat menutupi bibit mangrove yang tumbuh baik yang sengaja ditaman maupun yang tumbuh alami.
Â
Selain itu fenomena akresi juga tampak menutupi sejumlah ekosistem mangrove. Akresi ini kebanyakan membawa patahan karang, bukan berupa lumpur. Bahkan akresi ada yang menutupi mangrove yang ditanam dalam bedeng. Dugaan sementara yang diperoleh dari pengamatan insitu terhadap ketidakbagusan pertumbuhan bibit mangrove yang ditanam adalah fenomena akresi yang menutupi lumpur substrat dasar mangrove yang ditanam. Juga kawasan yang relatif tertutup sehingga tidak cukup sirkulasi air laut, tidak memadai pasokan nutrien ke dalam ekosistem mangrove. Proses dekomposisi bahan organik tak berlangsung dengan baik sehingga aroma busuk yang berasal dari H2S dan NH3 sangat menyengat terasa. Kondisi demikian memang kurang bagus bagi bibit mangrove yang baru ditanam.
Â
Dari pengamatan lapang ini mahasiswa diajarkan membangun nalar untuk menemukan dan mengkaitkan kondisi sekitar yang menjadi variabel penentu tingkat keberhasilan pertumbuhan mangrove yang ditanam maupun manrove yang tumbuh alami (HEF)






Previous post